Al-Quran tidak seperti kitab suci lain. Bahasa dalam Al-Quran memperlihatkan adanya komunikasi antara Tuhan dengan ciptaan-Nya. Karena itu, setiap muslim harus membaca dan merenungkan isinya.



Demikian kesan yang diperoleh Dirk Walter Mosig setelah dirinya menemukan Islam dalam Al-Quran. Proses itu sendiri terjadi saat ia mempelajari Al-Quran terjemahan bahasa Spanyol.

Dirk lahir dan besar di keluarga Kristen Katolik. Ia lahir ketika Perang Dunia II tengah berkecamuk. Pada tahun 1943, keluarganya memutuskan untuk mengungsi ke Spanyol. Lima tahun kemudian, keluarganya memutuskan pindah ke Argentina. Di sana, ia menetap selama 15 tahun. “Di Argentina, saya menempuh pendidikan menengah di sekolah Katolik Roma “La Salle” di Cordoba,” kenang Dirk.
Besar di lingkungan Katolik, Dirk menjadi penganut Katolik yang taat. Setiap hari, selama satu jam, ia ikuti layanan gereja. Memasuki usia ke-12 tahun, Dirk bermimpi menjadi seorang uskup. “Saya benar-benar berkomitmen untuk iman Kristen,” kata dia.

Ada satu hari istimewa yang tidak akan ia lupakan. Saat itu, ia mendapatkan Al-Quran terjemahan bahasa Spanyol. Ayahnya tidak keberatan ia membaca Al-Quran. Pemikiran ayahnya, dengan membaca Al-Quran, Dirk mendapatkan pengetahuan yang luas tentang agama lain. “Ternyata, dugaan ayah saya meleset. Saya malah terkejut dengan isinya. Dari sinilah, saya mulai berpikir untuk menjadi muslim,” ucapnya.
Awalnya, ia seperti seorang penganut Katolik Roma lainnya, begitu membaca rasa cemooh, hujatan dan lainnya keluar dari mulutnya. Sedikit demi sedikit membaca, ia mulai merasakan sesuatu yang aneh. Dirinya, seolah haus akan kebenaran. “Saya mulai merasakan hidayah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Saya dibimbing-Nya melalui Al-Quran dari kegelapan menuju cahaya,” kata dia.

Setiap ayat yang dibaca, ia menemukan solusi untuk setiap masalahnya. Ia merasa terpenuhi kebutuhannnya. Al-Quran juga menjawab pertanyaannya tentang kebenaran. “Segalanya tampak jelas, semuanya masuk akal bagi saya, dan saya mulai memahami diriku sendiri, alam semesta dan Tuhan,” kata dia.
Mengetahui kebenaran itu, ia merasa kecewa dengan gurunya. Setiap khutbah yang ia dengar ternyata hanya kebohongan. Semua konsep keyakinan yang ia percaya selama ini gugur sudah. Suka atau tidak, ia harus merevisi ulang kepercayaan dalam hati dan pikirannya. “Saya ucapkan syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Tanpa bantuan-Nya, saya akan terus berada dalam kegelapan dan kebodohan,”ucapnya.

Dengan antusiasme demikian besar, ia memaparkan apa yang ia temukan kepada orang terdekatnya, termasuk gurunya. Namun, ketika ia menjelaskan itu,Ia seolah mendapati benteng besar dalam hati mereka, bahkan lebih keras dari batu. “Saya diperolok dan mengalami aniaya,” ucapnya.
Semakin ia mendalami Islam, semakin besar rasa syukurnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena telah membawanya pada Islam. Sudah banyak kitab suci ia pelajari. Namun, hanya Islam yang memberikan kebenaran hakiki. “Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan petunjuk-Nya kepada para pencari Kebenaran,” pungkas dia.

Sumber: kisahmuallaf. com

0 komentar: